Malang Tempo Dulu

Nama “Malang” sampai saat ini masih diteliti asal-usulnya oleh para ahli sejarah. Para ahli sejarah masih terus menggali sumber-sumber untuk memperoleh jawaban yang tepat atas asal-usul nama “Malang”. Sampai saat ini telah diperoleh beberapa hipotesa mengenai asal-usul nama Malang tersebut. Malangkucecwara yang tertulis di dalam lambang kota itu, menurut salah satu hipotesa merupakan nama sebuah bangunan suci. Nama bangunan suci itu sendiri diketemukan dalam dua prasasti Raja Balitung dari Jawa Tengah yakni prasasti Mantyasih tahun 907, dan prasasti 908 yakni diketemukan di satu tempat antara Surabaya-Malang. Namun demikian dimana letak sesungguhnya bangunan suci Malangkucecwara itu, para ahli sejarah masih belum memperoleh kesepakatan. Satu pihak menduga letak bangunan suci itu adalah di daerah gunung Buring, satu pegunungan yang membujur di sebelah timur kota Malang dimana terdapat salah satu puncak gunung yang bernama Malang. Pembuktian atas kebenaran dugaan ini masih terus dilakukan karena ternyata, disebelah barat kota Malang juga terdapat sebuah gunung yang bernama Malang. Pihak yang lain menduga bahwa letak sesungguhnya dari bangunan suci itu terdapat di daerah Tumpang, satu tempat di sebelah utara kota Malang. Sampai saat ini di daerah tersebut masih terdapat sebuah desa yang bernama Malangsuka, yang oleh sebagian ahli sejarah, diduga berasal dari kata Malankuca yang diucapkan terbalik. Pendapat di atas juga dikuatkan oleh banyaknya bangunan-bangunan purbakala yang berserakan di daerah tersebut, seperti Candi Jago dan Candi Kidal, yang keduanya merupakan peninggalan zaman Kerajaan Singasari. Dari kedua hipotesa tersebut di atas masih juga belum dapat dipastikan manakah kiranya yang terdahulu dikenal dengan nama Malang yang berasal dari nama bangunan suci Malangkucecwara itu. Apakah daerah di sekitar Malang sekarang, ataukah kedua gunung yang bernama Malang di sekitar daerah itu. Sebuah prasasti tembaga yang ditemukan akhir tahun 1974 di perkebunan Bantaran, Wlingi, sebelah barat daya Malang, dalam satu bagiannya tertulis sebagai berikut : “………… taning sakrid Malang-akalihan wacid lawan macu pasabhanira dyah Limpa Makanagran I ………”. Arti dari kalimat tersebut di atas adalah : “ …….. di sebelah timur tempat berburu sekitar Malang bersama wacid dan mancu, persawahan Dyah Limpa yaitu ………” Dari bunyi prasasti itu ternyata Malang merupakan satu tempat di sebelah timur dari tempat-tempat yang tersebut dalam prasasti itu. Dari prasasti inilah diperoleh satu bukti bahwa pemakaian nama Malang telah ada paling tidak sejak abad 12 Masehi. Hipotesa-hipotesa terdahulu, barangkali berbeda dengan satu pendapat yang menduga bahwa nama Malang berasal dari kata “Membantah” atau “Menghalang-halangi” (dalam bahasa Jawa berarti Malang). Alkisah Sunan Mataram yang ingin meluaskan pengaruhnya ke Jawa Timur telah mencoba untuk menduduki daerah Malang. Penduduk daerah itu melakukan perlawanan perang yang hebat. Karena itu Sunan Mataram menganggap bahwa rakyat daerah itu menghalang-halangi, membantah atau malang atas maksud Sunan Mataram. Sejak itu pula daerah tersebut bernama Malang. Timbulnya Kerajaan Kanjuruhan tersebut, oleh para ahli sejarah dipandang sebagai tonggak awal pertumbuhan pusat pemerintahan yang sampai saat ini, setelah 12 abad berselang, telah berkembang menjadi Kota Malang. Setelah kerajaan Kanjuruhan, di masa emas kerajaan Singasari (1000 tahun setelah Masehi) di daerah Malang masih ditemukan satu kerajaan yang makmur, banyak penduduknya serta tanah-tanah pertanian yang amat subur. Ketika Islam menaklukkan Kerajaan Majapahit sekitar tahun 1400, Patih Majapahit melarikan diri ke daerah Malang. Ia kemudian mendirikan sebuah kerajaan Hindu yang merdeka, yang oleh putranya diperjuangkan menjadi satu kerajaan yang maju. Pusat kerajaan yang terletak di kota Malang sampai saat ini masih terlihat sisa-sisa bangunan bentengnya yang kokoh bernama Kutobedah di desa Kutobedah. Adalah Sultan Mataram dari Jawa Tengah yang akhirnya datang menaklukkan daerah ini pada tahun 1614 setelah mendapat perlawanan yang tangguh dari penduduk daerah ini.

Seperti halnya kebanyakan kota-kota lain di Indonesia pada umumnya, Kota Malang modern tumbuh dan berkembang setelah hadirnya administrasi kolonial Hindia Belanda. Fasilitas umum direncanakan sedemikian rupa agar memenuhi kebutuhan keluarga Belanda. Kesan diskriminatif masih berbekas hingga sekarang, misalnya ”Ijen Boullevard” dan kawasan sekitarnya. Pada mulanya hanya dinikmati oleh keluarga-keluarga Belanda dan Bangsa Eropa lainnya, sementara penduduk pribumi harus puas bertempat tinggal di pinggiran kota dengan fasilitas yang kurang memadai. Kawasan perumahan itu sekarang menjadi monumen hidup dan seringkali dikunjungi oleh keturunan keluarga-keluarga Belanda yang pernah bermukim di sana.

Pada masa penjajahan kolonial Hindia Belanda, daerah Malang dijadikan wilayah “Gemente” (Kota). Sebelum tahun 1964, dalam lambang kota Malang terdapat tulisan ; “Malang namaku, maju tujuanku” terjemahan dari “Malang nominor, sursum moveor”. Ketika kota ini merayakan hari ulang tahunnya yang ke-50 pada tanggal 1 April 1964, kalimat-kalimat tersebut berubah menjadi : “Malangkucecwara”. Semboyan baru ini diusulkan oleh almarhum Prof. Dr. R. Ng. Poerbatjaraka, karena kata tersebut sangat erat hubungannya dengan asal-usul kota Malang yang pada masa Ken Arok kira-kira 7 abad yang lampau telah menjadi nama dari tempat di sekitar atau dekat candi yang bernama Malangkucecwara.

Kota malang mulai tumbuh dan berkembang setelah hadirnya pemerintah kolonial Belanda, terutama ketika mulai di operasikannya jalur kereta api pada tahun 1879. Berbagai kebutuhan masyarakatpun semakin meningkat terutama akan ruang gerak melakukan berbagai kegiatan. Akibatnya terjadilah perubahan tata guna tanah, daerah yang terbangun bermunculan tanpa terkendali. Perubahan fungsi lahan mengalami perubahan sangat pesat, seperti dari fungsi pertanian menjadi perumahan dan industri.

Tahun 1767 Kompeni Hindia Belanda memasuki Kota
Tahun 1821 kedudukan Pemerintah Belanda di pusatkan di sekitar kali Brantas
Tahun 1824 Malang mempunyai Asisten Residen
Tahun 1882 rumah-rumah di bagian barat Kota di dirikan dan Kota didirikan alun-alun di bangun.
1 April 1914 Malang di tetapkan sebagai Kotapraja
8 Maret 1942 Malang diduduki Jepang
21 September 1945 Malang masuk Wilayah Republik Indonesia
22 Juli 1947 Malang diduduki Belanda
2 Maret 1947 Pemerintah Republik Indonesia kembali memasuki Kota Malang.
1 Januari 2001, menjadi Pemerintah Kota Malang.

Makna Lambang

DPRDGR mengkukuhkan lambang Kotamadya Malang dengan Perda No. 4/1970. Bunyi semboyan pada lambang adalah “MALANG KUCECWARA”

Motto “MALANG KUCECWARA” berarti Tuhan menghancurkan yang bathil, menegakkan yang benar
Arti Warna :
Merah Putih, adalah lambang bendera nasional Indonesia
Kuning, berarti keluhuran dan kebesaran
Hijau adalah kesuburan
Biru Muda berarti kesetiaan pada Tuhan, negara dan bangsa
Segilima berbentuk perisai bermakna semangat perjuangan kepahlawanan, kondisi geografis, pegunungan, serta semangat membangun untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.

Semboyan tersebut dipakai sejak hari peringatan 50 tahun berdirinya KOTAPRAJA MALANG 1964, sebelum itu yang digunakan adalah : “MALANG NAMAKU, MAJU TUJUANKU”, yang merupakan terjemahan dari “MALANG NOMINOR, SURSUM MOVEOR”

Yang disahkan dengan “Gouvernement besluit dd. 25 April 1938 N. 027″. Semboyan baru itu diusulkan oleh Prod.DR. R.Ng.Poernatjaraka, dan erat hubungannya dengan asal mula Kota Malang pada zaman Ken Arok.

Walikota Malang

Masa Penjajahan Hindia Belanda:

1919-1929 H.I. Bussemaker
1929-1933 Ir. E.A. Voorneman
1933-1936 Ir. P.K.W. Lakeman
1936-1942 J.H. Boerstra

Masa Penjajahan Jepang:

1942-1942 Raden Adipati Ario Sam
1942-1945 Mr. Soewarso Tirtowidjojo

Masa Kemerdekaan:

1945-1958 M. Sardjono Wiryohardjono
1958-1966 Koesno Soeroatmodjo
1966-1968 Kol. M. Ng Soedarto
1968-1973 Kol. R. Indra Soedarmadji
1973-1983 Brigjen TNI-AD Soegiyono
1983-1983 Drs. Soeprapto
1983-1988 dr. H. Tom Uripan Nitihardjo
1988-1998 H. M Soesamto
1998-2003 Kol. H. Suyitno
2003-2008 Drs. Peni Suparto
2008-sekarang Drs. Peni Suparto

Pembagian administratif

Kota Malang terdiri atas 5 kecamatan, yaitu:

Kedungkandang
Sukun
Klojen
Blimbing
Lowokwaru

Demografi

Jumlah penduduk Kota Malang 768.000 (2003), dengan tingkat pertumbuhan 3,9% per tahun.

Sebagian besar adalah suku Jawa, serta sejumlah suku-suku minoritas seperti Madura, Arab, dan Tionghoa.

Agama mayoritas adalah Islam, diikuti dengan Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Kong Hu Chu. Bangunan tempat ibadah banyak yang telah berdiri semenjak zaman kolonial antara lain Masjid Jami (Masjid Agung), Gereja Hati Kudus Yesus, Gereja Kathedral Ijen (Santa Maria Bunda Karmel), Klenteng di Kota Lama serta Candi Badut di Kecamatan Sukun dan Pura di puncak Buring. Malang juga menjadi pusat pendidikan keagamaan dengan banyaknya Pesantren, yang terkenal ialah Ponpes Al Hikam pimpinan KH. Hasyim Muhsyadi, dan juga adanya pusat pendidikan Kristen berupa Seminari Alkitab yang sudah terkenal di seluruh Nusantara, salah satunya adalah Seminari Alkitab Asia Tenggara.

Bahasa Jawa dengan dialek Jawa Timuran adalah bahasa sehari-hari masyarakat Malang. Kalangan minoritas Suku Madura menuturkan Bahasa Madura.

Malang dikenal memiliki dialek khas yang disebut Boso Walikan, yaitu cara pengucapan kata secara terbalik, misalnya Malang menjadi Ngalam, bakso menjadi oskab’ burung menjadi ngurub, dan contoh lain seperti saya bangga arema menang-ayas bangga arema nganem . Gaya bahasa masyarakat Malang terkenal egaliter dan blak-blakan, yang menunjukkan sikap masyarakatnya yang tegas, lugas dan tidak mengenal basa-basi.

Geografis

Terletak pada ketinggian antara 429 – 667 meter diatas permukaan air laut. 112,06° – 112,07° Bujur Timur dan 7,06° – 8,02° Lintang Selatan, dengan dikelilingi gunung-gunung :

Gunung Arjuno di sebelah Utara
Gunung Semeru di sebelah Timur
Gunung Kawi dan Panderman di sebelah Barat
Gunung Kelud di sebelah Selatan

Iklim

Kondisi iklim Kota Malang selama tahun 2006 tercatat rata-rata suhu udara berkisar antara 22,2 °C – 24,5 °C. Sedangkan suhu maksimum mencapai 32,3 °C dan suhu minimum 17,8 °C . Rata kelembaban udara berkisar 74% – 82%. dengan kelembaban maksimum 97% dan minimum mencapai 37%. Seperti umumnya daerah lain di Indonesia, Kota Malang mengikuti perubahan putaran 2 iklim, musim hujan, dan musim kemarau. Dari hasil pengamatan Stasiun Klimatologi Karangploso curah hujan yang relatif tinggi terjadi pada bulan Januari, Februari, Maret, April, dan Desember. Sedangkan pada bulan Juni, Agustus, dan Nopember curah hujan relatif rendah.

Keadaan Geologi

Keadaan tanah di wilayah Kota Malang antara lain :

Bagian selatan merupakan dataran tinggi yang cukup luas, cocok untuk industri
Bagian utara merupakan dataran tinggi yang subur, cocok untuk pertanian
Bagian timur merupakan dataran tinggi dengan keadaan kurang kurang subur
Bagian barat merupakan dataran tinggi yang amat luas menjadi daerah pendidikan

Pendidikan
Perguruan Tinggi

Malang juga dikenal sebagai Kota Pendidikan, karena memiliki sejumlah perguruan tinggi ternama. Perguruan tinggi negeri termasuk Universitas Brawijaya (UB), Universitas Negeri Malang(UM; d/h IKIP Malang), Universitas Islam Negeri Malang (UIN MALANG), Akademi Penyuluh Pertanian (APP), Politeknik Negeri Malang (POLINEMA; d/h Politeknik Universitas Brawijaya), Politeknik Kesehatan Malang (POLTEKES), serta terdapat cabang Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN), Politeknik Kota Malang (POLTEKOM).

Beberapa perguruan tinggi swasta terkemuka diantaranya: Universitas Muhammadiyah Malang (UNMUH), Universitas Merdeka (UNMER), Universitas Gajayana (UNIGA), Universitas Islam Malang,Sekolah Tinggi Informatika & Komputer Indonesia, Universitas Kanjuruhan, Universitas Wisnu Wardhana, STIE Malangkucecwara, Perguruan Tinggi ASIA, Universitas Widyagama, Universitas Wisnuwardhana, Institut Teknologi Nasional, STIBA Malang, Universitas Ma Chung, Sekolah Tinggi Teologi Satyabhakti, Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Widya Sasana dan lain sebagainya. Sebagai kota pendidikan, banyak mahasiswa berasal dari luar Malang yang kemudian menetap di Malang, terutama dari wilayah Indonesia Timur seperti Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Kalimantan, Maluku, dan Papua, bahkan dari luar negeri sekalipun.

Sekolah Menengah Atas (SMA)

Selain perguruan tinggi, ada beberapa sekolah menengah atas yang namanya sudah terkenal hingga tingkat nasional bahkan internasional. Beberapa di antaranya bahkan telah ditetapkan sebagai Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional, dipelopori oleh SMA Negeri 3 Malang, selanjutnya diikuti oleh SMA Negeri 1, 4, 5, 8, 10 Malang dan SMA Katolik St. Albertus Malang (SMA Dempo). Sedangkan SMA Swasta lainnya yang cukup bergengsi di Kota Malang antara lain SMA Katolik Kolese Santo Yusup (Hua Ind), SMAK Santa Maria (SMA Langsep) dan sebagainya.

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

Selain itu ada SMK yang berstatus sebagai Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) yang menjadi andalan kota Malang yaitu SMK Negeri 4 Malang. Sekolah ini sudah terkenal di dunia Internasional dan Nasional karena prestasi dan Kualitasnya yang sangat baik. Selain itu ada SMK Negeri 5 Malang dan SMK Negeri 3 Malang yang berstatus SMK Bertaraf Internasional. Adapun sekolah swasta yang menjadi pesaing adalah SMK Telkom Shandy Putra Malang.

Budaya

Kekayaan etnis dan budaya yang dimiliki Kota Malang berpengaruh terhadap kesenian tradisional yang ada. Salah satunya yang terkenal adalah Wayang Topeng Malangan (Topeng Malang), namun kini semakin terkikis oleh kesenian modern. Gaya kesenian ini adalah wujud pertemuan tiga budaya (Jawa Tengahan, Madura, dan Tengger). Hal tersebut terjadi karena Malang memiliki tiga sub-kultur, yaitu sub-kultur budaya Jawa Tengahan yang hidup di lereng gunung Kawi, sub-kultur Madura di lereng gunung Arjuna, dan sub-kultur Tengger sisa budaya Majapahit di lereng gunung Bromo-Semeru. Etnik masyarakat Malang terkenal religius, dinamis, suka bekerja keras, lugas dan bangga dengan identitasnya sebagai Arek Malang (AREMA) serta menjunjung tinggi kebersamaan dan setia kepada malang.

Di kota Malang juga terdapat tempat yang merupakan sarana apresiasi budaya Jawa Timur yaitu Taman Krida Budaya Jawa Timur, di tempat ini sering ditampilkan aneka budaya khas Jawa Timur seperti Ludruk, Ketoprak, Wayang Orang, Wayang Kulit, Reog, Kuda Lumping, Sendra tari, saat ini bertambah kesenian baru yang kian berkembang pesat di kota Malang yaitu kesenian “BANTENGAN” kesenian ini merupakan hasil dari kreatifitas masyarakat asli malang, sejak dahulu sebenarnya kesenian ini sudah dikenal oleh masyarakat malang namun baru sekaranglah “BANTENGAN” lebih dikenal oleh masyarakat tidak hanya masyarakat lokal namun juga luar daerah bahkan mancanegara. Khusus di Malang sering diadakan pergelaran bantengan hampir setiap perayaan hari besar baik keagamaan maupun peringatan hari kemerdekaan.

Festival tahunan yang menjadi event ikon kota juga sering diadakan setiap tahunnya. Beberapa festival kota tahunan diantaranya adalah:

Festival Malang Kembali: Diadakan untuk memperingati HUT Kota Malang, biasa digelar pada tanggal 21 Mei. Festival ini mengusung situasi kota pada masa lalu, mengubah jalan-jalan protokol kota menjadi museum hidup selama kurang lebih 1 minggu festival ini diadakan.
Karnaval Bunga
Karnaval Lampion: Biasa diadakan untuk merayakan hari raya imlek

Selasa, 27 Desember 2011

asal usul malang tempo dulu

Sejarah
Gedung Balaikota Malang dilihat dari Alun-alun bundar
Wilayah cekungan Malang telah sejak masa purbakala menjadi kawasan pemukiman. Banyaknya sungai yang mengalir di sekitar tempat ini membuatnya cocok sebagai kawasan pemukiman. Wilayah Dinoyo dan Tlogomas diketahui merupakan kawasan pemukiman prasejarah.[2] Selanjutnya, berbagai prasasti (misalnya Prasasti Dinoyo), bangunan percandian dan arca-arca, bekas-bekas pondasi batu bata, bekas saluran drainase, serta berbagai gerabah ditemukan dari periode akhir Kerajaan Kanjuruhan (abad ke-8 dan ke-9) juga ditemukan di tempat yang berdekatan.[2][3]